Tuesday, September 26, 2006

Syubhat’ Seputar Universalitas Al-Qur’an 1

Syubhat’ Seputar Universalitas Al-Qur’an


Untuk meragukan Al-Quran, Kalangan Nasrani sering mengatakan, Al-Quran bukan untuk semua umat karena Al-Quran diturunkan di Mekkah dan hanya untuk orang Arab. Benarkah? [bagian pertama]
Oleh: Qosim Nursheha Dzulhadi *)“Al-Qur’an hanya untuk orang-orang Arab.” Pernyataan-pernyataan seperti ini memang kerap terjadi. Kasus-kasus yang meragukan dan menyerang Al-Qur’an sampai hari ini terus terjadi dan tak pernah henti. Isu yang digulirkan biasanya berkisar bila Al-Qur’an tidak universal dan hanya cocok untuk orang-orang Arab. Jika ‘syubhat’ ini dibenarkan, maka, seolah-olah Al-Qur’an adalah “tidak benar”, dan Nabi Muhammad SAW. adalah “nabi orang Arab”, bukan nabi untuk seluruh manusia.
Tak terkecuali di Indonesia, isu itu pun bergulir. Baru-baru ini, seorang diskusan Kristen mengirim posting yang meragukan “universalitas” Al-Qur’an ke forum
www.hidayatullah.com . Isinya ingin “meragukan” keyakinan umat Islam, bahwa Al-Qur’an hanya milik orang Arab, karena: Pertama, Al-Qur’an hanya untuk penduduk Mekkah dan sekitarnya. Dalil yang dikemukakan adalah Qs. 6: 92, 27: 91, 28: 85, 42: 7, dan Qs. 43: 31 & 44.

Kedua, Al-Qur’an hanya untuk bangsa Arab dan yang berbahasa Arab. Dalil yang dikemukakan adalah: Qs. 12: 2, 14: 4, 13: 37, 16: 103, 19: 97, 20: 113, 26: 193-195, 39: 28, 41: 3, 41: 44, 43: 3, 44: 58, dan 46: 12. Jika Al-Qur’an benar-benar hanya “milik orang Arab”, dengan demikian, Islam tidak cocok sedangkan Amerika, Belanda, Jerman, Inggris, Malaysia, Filipina, Thailand, Indonesia atau negara non-Arab lainnya. Karenanya, akan ada pembelokan bahwa selain Arab tak berhak mengklaim Al-Qur’an sebagai kitab suci mereka.

Biasanya, statemen seperti ini dikeluarkan kalangan Nasrani. Marilah kita cermati ‘syubhat’ seperti ini. Memang, pada mulanya – karena Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur – dakwa Nabi SAW. dan peran beliau terkesan sederhana. Meskpun demikian, ternyata – tanpa disadari oleh beliau – misinya universal. Hal itu diakui oleh Karen Amstrong dalam “Sejarah Tuhan-nya”.
Amstrong menulis, “Ketika mulai berdakwah di Makkah, Muhammad hanya memiliki konsep yang sangat sederhana tentang perannya. Dia tidak berpikir bahwa dirinya tengah membangun sebuah agama universal, melainkan keyakinan kuno yang mengajarkan keesaan Tuhan kepada orang-orang Quraisy. Pada mulanya dia bahkan tak pernah mengira harus berdakwah kepada suku-suku Arab selain penduduk Mekkah dan sekitarnya. (Qs. As-Syûrâ [42]: 7).

Dia tak pernah bermimpi akan membangun sebuah teokrasi dan mungkin sama sekali tidak mengetahui apa teokrasi itu: dia sendiri tak mesti memiliki fungsi politik di dalam pemerintahan, kecuali sebagai seorang nadzir, pemberi peringatan. (Qs. Al-Ghâsyiah [28]: 21-22). (Lihat, Karen Amstrong, Sejarah Tuhan, Mizan, cet. VII, Terj: Zaimul Am, cet. VII, hlm. 197).

Tapi, kenyataan tidak demikian. Ternyata dakwah Nabi SAW. merupakan “dakwah universal”. Sehingga, kehadiran beliau dirancang oleh Allah SWT. sebagai rahmatan li’l-‘alamin. “Tidaklah Kami mengutusmu (Muhammad), melainkan sebagai “rahmat” bagi alam semesta.” (Qs. Al-Anbiyâ’ [21]: 107,
“Dan Kami mengutusmu sebagai seorang rasul kepada manusia, dan cukuplah Allah sebagai saksi.” (Qs. Al-Nisâ’ [4]: 79, dan “Tidaklah Kami mengutusmu, melaikan bagi seluruh manusia: sebagai pembawa kabar gembira (basyiran) dan pemberi peringatan (nadziran).” (Qs. Saba’ [34]: 28).
Mekkah dan ‘Syubhat’ Universalitas Al-Qur’an

Ayat-ayat yang dijadikan dalil dalam “membatalkan” universalitas Al-Qur’an di atas perlu kita paparkan lebih rinci dan detail, agar dapat dipahami dengan benar– baik orang umat Kristen maupun umat Islam sendiri. Pertama, benarkan Al-Qur’an hanya untuk penduduk Mekkah dan sekitarnya?

QS. 6: 92 yang menyatakan bahwa agar Nabi Muhammad memberikan peringatan kepada Ummu’l-Qura dan sekitarnya (wa man haulaha). Dalam hal ini, Ibnu Jarir al-Thabari (w. 310 H) dalam tafsirnya – ketika menjelaskan firman Allah wa li tundzira Umma’l-Qura wa man haulaha –menyatakan, “Sesungguhnya Kami menurunkan Kitab ini (Al-Qur’an) kepadamu wahai Muhammad sebagai pembenar (mushaddiq, afirmator) kitab-kitab yang turun sebelumnya.

Demikian, agar engkau memberikan peringatan tentang azab Allah dan murkanya di Ummu’l-Qura – yaitu Mekkah dan siapa yang berada di sekitarnya: Timur dan Barat – yang lari dari Tuhan mereka dan beralih kepada ‘tuhan-tuhan’ dan tandingan-tandingan –Tuhan – (al-andad), dan orang-orang yang mengingkari rasul-rasul-Nya dan orang-orang kafir.”
Kemudian, al-Thabari mengutip bebarapa pendapat. Pertama, pendapat dari al-Mutsani dari Abu Shalih → Mu‘awiyah ibn Shalih → ‘Ali ibn Abi Thalah → Ibnu ‘Abbas tentang firman Allah ( wa litundzira Umma’l-Qura wa man haulaha), maksud dari Umma’l-Qura: Mekkah dan sekitarnya: kota-kota ke arah Timur dan Barat.

Kedua, pendapat dari Muhammad ibn Sa‘id → dari bapaknya → dari paman bapaknya → dari bapak paman bapaknya → Ibnu ‘Abbas – tentang ayat yang sama – Umma’l-Qura: Mekkah, dan sekitarnya: bumi seluruhnya.

Ketiga, pendapat dari Muhammad ibn ‘Abd al-A‘la → Muhammad ibn Tsaur → Ma‘mar → Qatadah – ayat yang sama – ia berkata: Mekkah. Pendapat ini juga yang dikatakan oleh Ma‘mar, dari Qatadah, ia berkata: “Sampai kepadaku – berita – bahwa bumi dibentangkan dari Mekkah.
Keempat, pendapat Basyar → Yazid → Sa‘id → Qatadah – tentang ayat yang sama – : kami membicarakan bahwa Ummu’l-Qura: Mekkah, dan kami membicarakan bahwa dari Ummu’l-Qura itulah bumi dibentangkan.

Kelima, pendapat dari Muhammad ibn al-Husain → Ahmad ibn al-Mufadhdhal → Asbath → al-Suddi – ayat yang sama – : Ummu’l-Qura itu adalah Mekkah.

Ia disebut sebagai Ummu’l-Qura, karena rumah – tempat ibadah, Ka‘bah – yang pertama kali dibangun berada di atasnya. (Lihat, Abu Ja‘far Muhammad ibn Jarir, Jâmi‘u’l-Bayân ‘an Ta’wîli Āy al-Qur’ân, Cet: Dar al-Salama, Cairo, tahqiq: Ahmad ‘Abd al-Razzaq al-Bakari, Muhammad ‘Ādil Muhammad, Muhammad ‘Abd al-Lathîf Khalaf, dan Mahmoud Mursi ‘Abd al-Hamid, jilid IV, cet. I, 2005), hlm. 3262-3263).

Jadi, disebut Ummu’l-Qura, karena Mekkah itu “induk” seluruh kota bumi yang ada. Tanah di Mekkah secara ilmiah dipastikan sebagai tanah “tertua” dan merupakan pusat bumi oleh para geolog.
Tapi, ketika dipahami kata Ummu’l-Qura sebagai “Mekkah” saja, maka maknanya akan menjadi sempit. Padahal tidak demikian, Ummu’l-Qura itu merupakan sebutan bagi kota Mekkah, yang artinya induk kota-kota (al-qura, jamak dari kata al-qaryah). Maka ayat Al-Qur’an ini benar, tidak salah.
Bunyi QS. 27: 91 banyak disalah-pahami kalangan Nasrani hanya sebatas pada kata, “Aku hanya diperintahkan menyembah Tuhan negeri ini (Mekkah)..” Sehingga tiba-tiba menyiimpulkan bahwa Al-Qur’an tidak universal. Tentu saja keliru. ayat ini benar, Nabi SAW. hanya menyembah Allah: yang memiliki Ka‘bah, bukan Tuhan yang lain. Dan Ka‘bah bukan “milik khusus” orang Arab, sehingga Tuhan itu bersifat “nasionlis”.

Harap tahu, Ka‘bah dibangun pertama kali oleh Nabi Ibrahim dan anaknya Isma‘il yang di dalam Al-Qur’an disebut bukan “Yahudi”, tidak pula Nasrani, karena Taurat dan Injil diturunkan setelah Ibrahim. (Qs. 2: 140, 3: 65 & 67, Kejadian 11: 31, 14: 13, 32: 28).
Bahkan, Musa sendiri bukanlah seorang Yahudi, karena ia bukan keturunan Yehuda, melainkan seorang suku Lewi, keturunan Lewi (Keluaran 6: 16-20). Ini sangat berbeda dengan konsep Tuhan Yahudi: Tuhan khusus bangsa Israel saja. Jadi, ketika Nabi SAW. menyatakan “Tuhan negeri ini (Mekkah), itu sangat universal, karena tempat menyembah beliau adalah Ka‘bah, yang sudah ada sejak zaman Ibrahim ‘alayhissalam.

Selain itu, QS. 28: 85 juga banyak disalahpahami kalangan Nasrani. Ayat ini benar. Ayat ini menerangkan “janji Allah” kepada Nabi Muhammad, bahwa Allah akan mengembalikan beliau ke negeri kelahirannya, setelah beliau hijrah ke Madinah. Ini terjadi pada tahun VIII Hijriyah, yakni “Fathu Makkah” (Pembebasan Kota Mekkah).

Imam Jalaluddin al-Suyuthi menyebutkan Asbab al-Nuzul ayat ini. Ibnu Abi Hatim mengeluarkan – riwayat – dari al-Dhahhak bahwa beliau berkata: “Ketika Nabi SAW. keluar dari Mekkah dan sampai ke Juhfah, beliau merasa rindu untuk kembali ke Mekkah, maka Allah SWT. menurunkan ayat, “Inna al-ladzi faradha ‘alayka al-Qur’an lardduka ila ma’adin.” (Lihat, Jalaluddin al-Suyuthi, Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul, (Cairo: Maktabah al-Iman, ttp, hlm. 221).

Jadi, tidak ada kaitannya dengan klaim bahwa Al-Qur’an “tidak universal”. Ini juga menunjukkan bahwa janji Allah itu benar, dan Nabi SAW. benar-benar nabi-Nya yang penuh mukjizat.
Boleh jadi karena Nasrani dan Yahudi tak mengenal ilmu sanad, sebagaimana Islam, juga tidak mengenal ‘Asbab al-Nuzul’ dalam kitab suci mereka, maka wajar saja jika banyak hal dalam Al-Quran yang disalahpahami.

No comments: