Tuesday, September 26, 2006

Dorongan Untuk Mengikuti Sunnah

Dorongan Untuk Mengikuti Sunnah dan Peringatan Keras Dari Bid’ah Serta Penjelasan Mengenai Bahayanya
Penulis: Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al-Abbad Al-BadrPenerjemah: Ummu Hafidz (Santri Ma’had ‘Ilmi Putri Lembaga Bimbingan Islam Al-Atsary)Muroja’ah: Ustadz Abu Salman (Pengajar Ma’had ‘Ilmi)

Muqoddimah
Segala puji hanya bagi Allah, kami memuji-Nya dan memohon pertolongan dan ampunan-Nya. Kami berlindung kepada-Nya dari keburukan diri kami dan kejelekan amalan kami. Barang siapa yang Allah berikan petunjuk, maka tiada yang dapat menyesatkanya, dan barang siapa yang disesatkan-Nya maka tiada yang dapat memberinya petunjuk. Dan aku bersaksi bahwasannya tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwasannya Muhammad –shollallahu’alaihiwasallam- adalah hamba dan rasul-Nya. Allah mengutus beliau dengan petunjuk dan agama yang benar agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama dengan cara menyampaikan risalah dan menunaikan amanah serta menasehati umat. Dan bersungguh-sungguh berjihad di jalan-Nya. Ya Allah, shalawat, salam dan barokah semoga Engkau curahkan atas Nabi, keluarganya, sahabatnya dan siapa saja yang berpedoman dengan petunjuknya dan mengikuti jalannya hingga datangnya hari kiamat.Amma ba’du.Sesungguhnya nikmat Allah ‘azza wa jalla atas hambanya sangat banyak dan tidak terhitung. Dan kenikmatan tertinggi yang Allah berikan kepada manusia dan jin pada akhir zaman ini adalah dengan mengutus Rasul-Nya yang mulia Muhammad shollallahu’alaihiwasallam kepada mereka.
Nabi shollallahu’alaihiwasallam telah menyampaikan setiap risalah (ajaran) yang datang dari Allah kepada mereka dengan lengkap dan sempurna. Imam Muhammad Ibn Muslim Ibn Syihab Azzuhri – rohimahullah - berkata, “Risalah tersebut adalah dari Allah ‘Azza wa jalla dan kewajiban Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam adalah menyampaikannya. Sedang kewajiban kita adalah berserah diri sepenuhnya”. Imam Bukhori telah menjelaskannya pada pembahasan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala QS. Al-Maaidah 5:67 yang tercantum dalam bab Tauhid dalam kitab Shohihnya (Fathul Bari 13/503), Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman. Yang artinya:
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ وَإِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ
“Wahai Rasul, sampaikan apa-apa yang diturunkan oleh Rabbmu kepadamu dan jika kamu tidak melakukan itu, maka kamu tidak menyampaikan risalah-Nya.” (QS.Al-Maaidah 5:67)
Allah telah mewahyukan risalah-Nya yang agung kepada para rasul-Nya, sebagaimana terdapat dalam firman-Nya,
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ
“Sungguh telah Kami utus pada setiap umat seorang Rasul untuk memerintahkan beribadah kepada Allah semata dan menjauhi taghuts”. (QS. An-Nahl 16: 36)
Dan firman-Nya,
لَقَدْ مَنَّ اللّهُ عَلَى الْمُؤمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُّبِينٍ
“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika (Allah) mengutus seorang Rasul pada mereka dari kalangan mereka sendiri yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya dan mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah. Dan sungguh orang-orang sebelum mereka berada pada kesesatan yang nyata”. (QS.Al-Imron 3: 164)
Sedangkan yang menjadi kewajiban bagi Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam adalah menyampaikan risalah. Dan penyampaian risalah ini telah dilaksanakan secara lengkap dan sempurna dari segala sisinya. Sebagaimana firman Allah ‘Azza wa jalla,
فَهَلْ عَلَى الرُّسُلِ إِلاَّ الْبَلاغُ الْمُبِينُ
“Bukankah kewajiban para Rasul itu hanyalah menyampaikan (amanah Allah) dengan jelas.” (QS. An-Nahl 16: 35)
dan firman-Nya,
وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلا الْبَلاغُ الْمُبِينُ
“Kewajiban Rasul hanyalah menyampaikan (amanah Allah) dengan jelas.” (QS. An-Nuur 24:54)
Adapun yang menjadi kewajiban atas seorang hamba adalah berserah diri dan tunduk patuh kepada-Nya. Akan tetapi dalam hal ini, manusia terbagi menjadi dua, yaitu manusia yang diberi taufiq oleh Allah sehingga mengikuti jalan yang benar, dan yang kedua, sebaliknya yaitu manusia yang tidak mendapat taufik sehingga mengikuti jalan-jalan yang lain. Sebagaimana firman Allah ‘Azza wa jalla,
وَأَنَّ هَـذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيماً فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُواْ السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan sungguh ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah! Jangan ikuti jalan-jalan lain yang akan mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikanlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa”. (QS. Al-An’am 6: 153)
Syari’at Islam Mempunyai Sifat Kekal, Umum dan Sempurna
Dan syari’at yang Alah turunkan kepada Rasul-Nya yang mulia Muhammad shollallahu’alaihiwasallam untuk disampaikan kepada umatnya mempunyai tiga sifat, yaitu kekal, umum dan sempurna.
Kekekalan Syari’at
Dan syari’at ini kekal hingga hari kiamat. Allah ‘Azza wa jalla berfirman,
ما كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَكِن رَّسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ
“Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi”. (QS. Al-Ahzab 33:40)
Bukhori (71) dan Muslim (1037) dalam kitab Shohih mereka –rohimahumallah- telah meriwayatkan dari Mu’awiyah rodiallahu’anhu, ia berkata, “Aku mendengar Nabi shollallahu’alaihiwasallam bersabda,
من يُرد الله به خيراً يفقهه في الدِّين، وإنَّما أنا قاسمٌ والله يُعطي، ولن تزال هذه الأمَّةُ قائمةً على أمر الله، لا يضرُّهم من خالفهم حتى يأتي أمر الله
“Barangsiapa yang Allah menghendaki kebaikan baginya, maka Allah pahamkan ia dalam masalah agama dan sesungguhnya aku hanya menyampaikan dan Allah yang memberi. Dan senantiasa umat ini teguh di atas perintah Allah, tidak membahayakannya siapa pun yang menyelisihinya hingga datang angin yang sepoi-sepoi (hari kiamat).”
Keumuman Syari’at
Dan syari’at islam bersifat umum bagi jin dan manusia yang mereka ini adalah umat Nabi shollallahu’alaihiwasallam yaitu umat yang menjadi objek dakwah. Sesungguhnya seluruh manusia dan jin sejak Nabi shollallahu’alaihiwasallam diutus hingga datangnya hari kiamat adalah umat yang tersentuh dakwah untuk masuk ke dalam agama yang lurus ini, yang karenanya Allah mengutus seorang Rasul yang mulia shollallahu’alaihiwasallam. Sebagaimana dalam firman-Nya ‘Azza wa jalla,
وَاللّهُ يَدْعُو إِلَى دَارِ السَّلاَمِ وَيَهْدِي مَن يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
“Dan Allah menyeru manusia ke Darus Salam (surga) dan memberikan petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus (Islam).” (QS. Yunus 10: 25)
Pada ayat yang mulia ini diisyaratkan adanya umat da’wah dan umat ‘ijabah. Umat da’wah adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya,
“Dan Allah menyeru (manusia) ke Darus Salam”
yaitu menyeru setiap dari mereka. Dalam ayat ini, objek kalimat yaitu “manusia” tidak disebutkan untuk memberikan makna umum (global).
Adapun umat ‘ijabah adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya, “Dan (Allah) memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus (Islam).”
Dan mereka yang diberi petunjuk oleh Allah kepada jalan yang lurus adalah mereka yang menerima da’wah Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam dan masuk ke dalam agama yang lurus, dengan demikian maka jadilah mereka sebagai seorang muslim. Dan sampainya hidayah pada umat ‘ijabah sesungguhnya dikarenakan oleh keutamaan yang diberikan Allah dan taufik dari-Nya. Dan hidayah pada jalan yang lurus ini adalah taufik dari Allah pada mereka yang diberi petunjuk. Dan tidak ada yang memiliki hidayah ini (hidayah taufiq) kecuali Allah ‘Azza wa jalla, seperti dalam firman-Nya,
إِنَّكَ لا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ
“Sungguh engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki”. (QS. Al-Qoshos 28: 56)
Adapun hidayah yang bersifat penjelasan dan bimbingan (hidayatud dilalah wal irsyad) maka sungguh Allah telah menetapkan hal tersebut pada Nabi-Nya shollallahu’alaihiwasallam sebagaimana firman-Nya,
وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Asy-Syuura 42:52)
Maksudnya adalah memberikan petunjuk dan penjelasan kepada manusia. Dan diantara dalil-dalil yang menunjukkan bahwa dakwah Rasulullah meliputi manusia adalah firman Allah ‘Azza wa jalla,
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعاً
“Katakanlah (Muhammad), ‘Wahai manusia! Sesungguhnya aku ini utusan Allah bagi kamu semua’”. (QS. Al-A’raaf 7: 158)
Dan sabdanya shollallahu’alaihiwasallam,
والذي نفسي بيده! لا يسمع بي أحد من هذه الأمَّة يهودي ولا نصراني، ثم يموت ولم يؤمن بالذي أُرسِلتُ به إلاَّ كان من أصحاب النار
“Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah ada seorang pun dari umat ini yang mendengar berita tentangku, baik umat Yahudi ataupun Nasrani kemudian mereka meninggal dalam keadaan tidak beriman kepada syari’at yang aku bawa kecuali mereka termasuk penghuni neraka.” (HR. Muslim no. 153)
Hadits ini sesuai dengan apa yang ada dalam kitabullah, sebagaimana yang dipahami oleh Sa’id Ibn Jubair – rohimahullah – dalam firman Allah ‘Azza wa jalla,
وَمَن يَكْفُرْ بِهِ مِنَ الأَحْزَابِ فَالنَّارُ مَوْعِدُهُ
“Barang siapa yang mengingkarinya (Al-Qur’an) di antara kelompok-kelompok (Quraisy) maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya.” (QS. Hud 11:17)
Ibnu Katsir juga telah menjelaskan tafsir QS. Hud ayat 17 di atas dalam kitab Tafsirnya.
Dan dari dalil-dalil yang menunjukkan bahwa dakwah Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam juga meliputi para jin adalah firman Allah ‘Azza wa jalla,
وَإِذْ صَرَفْنَا إِلَيْكَ نَفَراً مِّنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُونَ الْقُرْآنَ فَلَمَّا حَضَرُوهُ قَالُوا أَنصِتُوا فَلَمَّا قُضِيَ وَلَّوْا إِلَى قَوْمِهِم مُّنذِرِينَ * قَالُوا يَا قَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا كِتَاباً أُنزِلَ مِن بَعْدِ مُوسَى مُصَدِّقاً لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ وَإِلَى طَرِيقٍ مُّسْتَقِيمٍ * يَا قَوْمَنَا أَجِيبُوا دَاعِيَ اللَّهِ وَآمِنُوا بِهِ يَغْفِرْ لَكُم مِّن ذُنُوبِكُمْ وَيُجِرْكُم مِّنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ * وَمَن لا يُجِبْ دَاعِيَ اللَّهِ فَلَيْسَ بِمُعْجِزٍ فِي الأَرْضِ وَلَيْسَ لَهُ مِن دُونِهِ أَولِيَاء أُوْلَئِكَ فِي ضَلالٍ مُّبِينٍ
“Dan ingatlah ketika Kami hadapkan kepadamu (Muhammad) serombongan jin yang mendengarkan (bacaan) Al-Qur’an, maka ketika mereka menghadiri (pembacaan)nya mereka berkata, ”Diamlah kamu! (untuk mendengarkannya)” Maka ketika telah selesai, mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan (29) Mereka berkata, “Wahai kaum kami! Sungguh, kami telah mendengarkan Al-Kitab (Al-Qur’an) yang diturunkan setelah Musa, membenarkan (kitab-kitab) yang datang sebelumnya, membimbing kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. (30) Wahai kaum kami! Terimalah (seruan) orang (Muhammad) yang menyeru kepada Allah. Dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Dia akan mengampuni dosa-dosamu, dan melepaskan kamu dari azab yang pedih. (31) Dan barang siapa tidak menerima (seruan) orang yang menyeru kepada Allah maka dia tidak akan dapat melepaskan diri dari siksaan Allah di bumi, padahal tidak ada pelindung baginya selain Allah. Mereka berada dalam kesesatan yang nyata. (32) (QS. Al-Ahqof 46: 29 – 32)
Dan Allah ‘Azza wa jalla berfirman dalam surat Ar-Rohman 55: 16,
فَبِأَيِّ آلاء رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”
Firman Allah di atas ditujukan kepada manusia dan jin. Ayat ini juga disebutkan dalam surat tersebut sebanyak 31 kali.
Pada Sunan Tirmidzi (3291) dari Jabir rodiallahu’anhu ia berkata,
خرج رسول الله صلى الله عليه وسلم على أصحابه فقرأ عليهم سورة الرحمن من أوَّلِها إلى آخرها فسكتوا، فقال: لقد قرأتها على الجنِّ ليلة الجنِّ فكانوا أحسنَ مردوداً منكم؛ كنتُ كلَّما أتيتُ على قوله: ((فَبِأَيِّ آلاء رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ))، قالوا: لا بشيء من نعمك ربَّنا نكذِّب، فلك الحمد
“Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam menemui sahabatnya dan membacakan kepada mereka surat Ar-Rohman dari awal sampai akhir dan mereka terdiam. Kemudian Beliau berkata,“Sungguh aku telah membacakan kepada jin di suatu malam. Maka respon mereka lebih baik dari kalian. Setiap kali aku membaca ayat, ‘Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?’ mereka berkata, ‘Tidaklah ada satupun dari nikmat-Mu wahai Robb yang kami dustakan, Maka segala puji bagi-Mu”. (Hadits ini mempunyai penguat dari Ibn Umar yang diriwayatkan oleh Ibn Jabir. Silahkan lihat takhrijnya pada Silsilah Shohihah Al-Bani no. 2150). Dan diantara surat-surat yang terdapat dalam Al-Qur’an adalah surat Jin, dimana dalam surat tersebut, Allah menceritakan beberapa perkataan mereka.
Kesempurnaan Syari’at
Adapan sifat yang ketiga dari sya’riat ini adalah sifat sempurna.
Allah ‘Azza wa jalla berfirman dalam Kitab-Nya yang agung,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku bagimu dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu” (QS. Al-Maidah 5:3)
Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam bersabda,
تركتكم على مثل البيضاء، ليلها كنهارها، لا يزيغ عنها إلاَّ هالك
“Kutinggalkan kalian dalan keadaan yang terang benderang, malamnya seperti siangnya. Tidaklah menyimpang darinya kecuali ia akan binasa.”
Hadits shahih, diriwayatkan oleh Ibn Abu ‘Ashim dalam Sunnah (48) dari ‘Irbadh Ibn Sariyah rodiallahu’anhu dan juga diriwayatkan pula hadist (47) dari Abu Darda rodiallahu’anhu. Dan dalam Shahih Muslim (262) dari Salman rodiallahu’anhu, ia berkata, “Diceritakan kepada Salman, ‘Sungguh nabi kalian telah mengajarkan kepada kalian segala hal, hingga masalah buang hajat”. Maka Salman berkata, ‘Benar! Sungguh kami dilarang menghadap kiblat ketika buang air besar dan kencing, serta beristinja (membersihkan kotoran) dengan tangan kanan, dengan batu kurang dari tiga, dengan kotoran binatang atau tulang’”. Hadits ini menunjukkan kesempurnaan syari’at Islam dan di dalamnya tercakup segala hal yang dibutuhkan oleh umat ini, bahkan adab buang hajat sekalipun.
Dan dalam Shahih Muslim (1844) dari ‘Abdullah Ibn ‘Amr Ibn Ash rodiallahu’anhu, “Sungguh Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam bersabda, ‘Sesungguhnya tidak seorang nabi pun sebelumku kecuali wajib atasnya untuk menunjukkan kepada umatnya tentang kebaikan yang diketahuinya dan memperingatkan mereka dari keburukan yang diketahuinya’”.
Imam Bukhori meriwayatkan dalam Shahihnya (5598) dari Abu Juwairiah, ia berkata, “Aku bertanya pada Ibn Abbas tentang Al-Badziq. Maka ia berkata, ‘Muhammad shollallahu’alaihiwasallam telah menjelaskan tentang badziq (salah satu minuman yang memabukkan –pent), maka setiap yang memabukkan adalah haram’. Abu Juwairiah bertanya, ‘Apakah itu minuman yang halal dan baik’. Ibn Abbas menjawab, ‘Tidak ada setelah halal yang baik kecuali haram yang buruk’”.Badziq adalah satu jenis minuman yang memabukkan, maknanya bahwa badziq tidak ada di zaman Nabi shollallahu’alaihiwasallam akan tetapi syari’at yang dibawa Rasul shollallahu’alaihiwasallam telah mencakup hal tersebut ataupun yang selainnya. Itu adalah keumuman dari sabdanya shollallahu’alaihiwasallam, “Setiap yang memabukkan maka dia haram”. Maka keumuman hadits ini menunjukkan atas tiap-tiap yang memabukkan, baik itu pada zaman Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam atau muncul setelah zaman Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam, baik dia itu cair atau padat, maka dia haram. Dan apa-apa yang tidak mempunyai sifat seperti itu maka dia halal.
Termasuk juga dalam masalah ini perkara menghisap rokok yang muncul pada zaman sekarang ini. Pembahasannya sama dengan masalah badziq di atas. Syari’at dengan keumumannya menunjukkan atas keharamannya. Hal ini terdapat dalam firman Allah ‘Azza wa jalla kepada nabi Muhammad shollallahu’alaihiwasallam,
وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَآئِثَ
“Dan dia menghalalkan bagi mereka kebaikan dan mengharamkan bagi mereka keburukan.” (Al A’raaf 7: 157)
Merokok tidaklah termasuk suatu hal yang baik, akan tetapi sebaliknya ia adalah suatu hal yang buruk. Oleh karena itu, merokok merupakan sesuatu yang diharamkan. Terlebih lagi rokok dapat menyebabkan penyakit yang menghantarkan kepada kematian, dan di dalamnya juga ada unsur penghamburan harta serta menganggu orang lain dengan asapnya yang berbau busuk. Semuanya itu merupakan indikasi atas keharamannya.
Dan Abu Dzar rodiallahu’anhu berkata, “Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam meninggalkan kami dalam keadaan tidaklah ada satu burung pun yang terbang dengan kedua sayapnya melainkan kami mempunyai ilmu yang datang dari Rosul”. Dikeluarkan oleh Abu Hatim Ibn Hibban dalam Shohihnya (65) dan beliau berkata makna perkataan “kami mempunyai ilmu yang datang darinya” adalah berkaitan dengan perintahnya, larangannya, berita-beritanya, perbuatan-perbuatannya dan persetujuannya (taqrir)”. Syaikh Al Bani menshahihkannya dalam Shohih Mawarid Dzomani dalam zawaid Ibn Hibban oleh Al-Haitsam (1/119).
Diantara ilmu yang kami ketahui dari Rasulullah tentang burung, diantaranya adalah yang telah diriwayatkan Muslim dalam Shohihnya (1934) dari Ibnu Abbas rodiallahu’anhu ia berkata, “Rasululah shollallahu’alaihiwasallam melarang kami untuk (memakan) setiap binatang buas yang memiliki taring dan setiap burung yang memiliki kuku pencengkeram (cakar) untuk membunuh mangsanya.”
Hadits ini menunjukkan atas pengharaman memakan setiap burung yang memiliki cakar yang digunakan untuk memangsa dan hadits ini adalah termasuk dalam Jawami’ul Kalim Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam, hal ini berkaitan dengan hukum-hukum. Adapun yang termasuk dalam berita-berita (akhbar) dari Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam adalah sabdanya shollallahu’alaihiwasallam,
لو أنَّكم توكَّلون على الله حقَّ توكله لرزقكم كما يرزق الطير، تغدو خماصاً، وتروح بطاناً
“Sekiranya kalian bertawwakal kepada Allah secara benar maka Dia akan memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Allah memberi rezeki pada burung. Mereka berangkat pada waktu pagi dalam keadaan sangat lapar dan pulang dalam keadaan sangat kenyang”. (Hadits riwayat Ahmad, Tirmidzi, Nasai, Ibn Majah, Ibn Hibban, dan Hakim. Tirmidzi berkata, hadist ini hasan shohih. Dan ini termasuk salah satu hadits yang dimasukkan oleh Ibn Rajab Al Hambali ke dalam Al-Arba’in An-Nawawiyah (Jami’ul ‘ulum wal hikam -pent)).
Imam Ibn Qoyyim dlm kitabnya ‘Ilam Al-Muwaqi’in (4/375 – 376) ketika menjelaskan kesempurnaan syari’at, ia berkata, “Hal ini merupakan asas yang sangat penting dan bermanfaat yang disandarkan pada satu landasan, yaitu keumuman risalah Nabi shollallahu’alaihiwasallam, yang berkaitan dengan kebutuhan setiap hamba dalam hal pengetahuan, keilmuan dan amalan mereka. Sesungguhnya Nabi shollallahu’alaihiwasallam menjadikan umatnya tidak membutuhkan seorang pun selain beliau shollallahu’alaihiwasallam. Kebutuhan mereka adalah kepada seseorang yang menyampaikan risalah yang dibawa oleh Nabi shollallahu’alaihiwasallam. Dan risalah Nabi shollallahu’alaihiwasallam memiliki dua keumuman yang tidak bisa disempitkan maknanya, yaitu :
Keumuman berkaitan dengan utusan yang diutus kepada mereka.
Keumuman berkaitan dengan setiap yang dibutuhkan oleh setiap orang yang didakwahi dalam masalah pokok agama dan cabangnya.
Maka risalah nabi shollallahu’alaihiwasallam sangat sempurna, mencukupi, umum dan tidak membutuhkan yang selainnya, dan tidak akan sempurna keimanan seseorang kepadanya kecuali dengan menetapkan keumuman risalahnya dalam berbagai hal. Maka tidak ada seorang mukallaf pun yang terbebas dari risalahnya dan tidak ada satu macam kebenaran pun yang dibutuhkan oleh umatnya kecuali telah tercakup di dalamnya, baik itu mengenai ilmu ataupun perbuatan.
Sesungguhnya Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam telah wafat dan tidaklah seekor burung yang terbang di langit, kecuali telah Beliau jelaskan hal tersebut pada umatnya, serta mengajarkan kepada mereka segala sesuatu, seperti adab buang hajat, adab jima’, tidur, berdiri dan duduk, makan dan minum, naik dan turun kendaraan, safar dan mukim, diam atau berbicara, menyendiri dan bergaul, kaya dan miskin, sehat dan sakit. Dan menjelaskan perihal kehidupan dan kematian. Dan menjelaskan kepada mereka sifat-sifat Al-‘Arsy dan Al-Kursiy, malaikat dan jin, neraka dan surga, hari kiamat dan apa yang terjadi di dalamnya, sehingga setiap mereka seakan-akan melihat dengan kedua matanya. Beliau juga memperkenalkan kepada mereka sesembahan mereka dengan pengenalan yang sempurna hingga seakan-akan mereka melihat-Nya dan menyaksikan-Nya dengan sifat-sifat kesempurnaan dan keagungan-Nya. Dan memperkenalkan kepada mereka para nabi terdahulu dan kaumnya serta kebahagiaan dan kesengsaraan yang mereka alami hingga seakan-akan mereka hidup di tengah-tengah umat tersebut.
Nabi shollallahu’alaihiwasallam juga mengajarkan kepada mereka tentang berbagai kebaikan dan keburukan, dari yang terkecil sampai yang terbesar, yang belum pernah diajarkan oleh seorang nabi pun sebelumnya kepada umatnya. Dan Nabi shollallahu’alaihiwasallam memberitahu tentang perihal kematian dan kejadian yang ada setelahnya di alam barzakh beserta kenikmatan-kenikmatan dan adzab yang akan diterima oleh ruh dan badan, yang semua ini tidak diajarkan oleh seorang nabi pun selain Nabi shollallahu’alaihiwasallam. Begitu pula, nabi shollallahu’alaihiwasallam telah mengajarkan kepada mereka dalil-dalil tauhid, kenabian dan hari akhir. Dan juga mengajarkan bagaimana cara membantah tiap-tiap kelompok dari kalangan kaum kufar dan golongan yang sesat. Dimana bagi orang yang mengetahuinya maka tidak lagi membutuhkan kepada seorangpun shollallahu’alaihiwasallam, kecuali kepada orang yang menyampaikan perkara tersebut padanya dan menerangkan serta menjelaskan perkara yang masih samar baginya (yaitu Nabi shollallahu’alaihiwasallam). Dan begitupula, Nabi shollallahu’alaihiwasallam mengajarkan kepada mereka strategi dalam peperangan dan menghadapi musuh. Dan juga memberitahukan cara untuk memperoleh pertolongan dan kemenangan, yang jika mereka mengetahuinya, memikirkannya, dan menjaga hal itu dengan sebenar-benarnya, maka musuh tidak akan pernah berjaya selamanya.
Begitu pula Nabi shollallahu’alaihiwasallam mengajarkan kepada mereka tentang tipu daya iblis dan cara-cara yang dilakukannya, serta metode untuk menyelamatkan diri dari tipu daya iblis dan makarnya, juga cara yang mampu menolak keburukan iblis, yang mana manusia tidak membutuhkan cara tambahan selain dari yang diajarkan oleh Nabi shollallahu’alaihiwasallam. Dan Nabi shollallahu’alaihiwasallam juga mengajarkan tentang keadaan dan karakter jiwa manusia serta gejolak dan ambisinya, yang mana manusia tidak membutuhkan cara tambahan selain dari yang diajarkan oleh Nabi shollallahu’alaihiwasallam. Begitu pula Nabi shollallahu’alaihiwasallam mengajarkan tentang perkara kehidupan mereka yang jika mereka mengetahuinya dan mengamalkannya, sungguh mereka akan bahagia di dunia ini.
Kesimpulannya adalah, Nabi shollallahu’alaihiwasallam datang kepada mereka dengan segenap kebaikan dunia dan akherat. Dan Allah menjadikan umat Muhammad shollallahu’alaihiwasallam tidak membutuhkan seorang pun selain kepadanya shollallahu’alaihiwasallam.
Maka bagaimana mungkin seseorang bisa beranggapan bahwa syari’at-Nya yang telah sempurna perlu disempurnakan lagi dengan sesuatu yang tidak sempurna?! Seperti masih membutuhkan politik dari luar Islam yang akan menyempurnakan politik islam, atau membutuhkan analog, kebenaran, dan metode berpikir selain islam. Maka barang siapa yang beranggapan demikian; seperti orang yang berprasangka bahwasannya manusia masih membutuhkan rasul yang lain setelah Rasul shollallahu’alaihiwasallam maka hal tersebut tidak lain dikarenakan kebodohannya dan ketidakpahamannya terhadap syari’at yang dibawa oleh Rosullah shollallahu’alaihiwasallam. Berbeda dengan para sahabat Nabi shollallahu’alaihiwasallam yang telah Allah beri taufik. Mereka mencukupkan diri dengan syari’at yang Beliau shollallahu’alaihiwasallam bawa dan tidak membutuhkan kepada selainnya. Dengan itulah mereka mampu menyinari hati yang semula dalam keadaan gelap gulita dan dengan itu pula mereka mampu menaklukkan beberapa negara, seraya mereka berkata, “Ini adalah janji Nabi kami untuk kami, ini pula sebagai janji kami untuk kalian”.
-bersambung insya Allah-

No comments: